Pages

Wednesday, October 9, 2013

"Demi Allah/Tuhan saya tidak mencontek atau melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal ulangan."

Pfffftt.

Oke. Jadi sekarang gue lagi UTS. UTS di sekolah gue dimulai hari Jumat tanggal 4 Oktober dan bakalan selesai hari Jumat depannya lagi. Hebat ya sekolah gue, sampe UTS nya aja anti mainstream mulainya Jumat segala, ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha.

Gue enggak suka kalo UTS mulainya Jumat, karena itu berarti kemarennya Kamis dan Kamis itu masuk sekolah. Which means kita gapunya dua hari weekend buat belajar.

Die.

Dan lo tau apa yg gue lebih gak suka lagi??
Ketika hari pertama UTS, segalanya berjalan dengan normal. Pengawas masuk dan kemudian soal dibagikan. Gue ngeliat soal dan gue semacam berdoa supaya UTSnya lancar, tapi tiba2 gue melihat sesuatu.
Peraturan ujian, yg biasanya ga gue peduliin, entah kenapa menarik mata gue. Peraturan nomor satu; jawablah soal ujian dengan singkat, jelas dan blah blah blah. Oke. Tapi kemudian gue ngeliat peraturan nomor dua.
'Salinlah pernyataan berikut ke dalam kotak yg telah disediakan; "Demi Allah/Tuhan saya tidak mencontek atau melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal ulangan."' Dan di bawah tulisan itu, ada kotak yang tersedia buat nyalin pernyataan tersebut.

What. the freaking. heck.

Ulangan pertama pada saat itu adalah sosiologi. Dan guru sosio gue kayak udah semacem ngecap kelas gue sebagai kelas yang tidak baik. Belom lagi menurut pendapat gue orangnya emang ngeselin. Jadi gue langsung nyangka bahwa yang bikin pernyataan itu si guru sosio. Wuaaannjiirr, gue langsung ngerencanain mau gue culik itu guru pas lagi tidur, tapi kemudian ketika ulangan mapel berikutnya, gue melihat pernyataan yang sama tertera di bagian atas kertas.

Jadi ternyata itu bukan bikinan si guru sosio. Ternyata di semua mapel ada.

Gue nggak terima.
Kalo pernyataan itu nggak gue isi, itu sama aja dengan men-declare bahwa gue nyontek. Dan bisa aja mereka menggunakan cara-cara licik kayak nggak bakal nilai hasil ulangan kita, dsb dsb dsb. Gue gamau.

Tapi serius. Gue nggak setuju dengan keharusan para siswa untuk menyalin pernyataan itu.
Sekarang gini deh; it doesn't matter what they do, murid PASTI bakalan tetep nyontek. Itu pasti, mutlak, gabisa dibantah. Itu wajar, kita anak SMA, kita manusia normal, dan lo gabisa bilang lo ga pernah nyontek. Iya kita tau nyontek itu dosa, dan dosa bayarannya neraka, tapi yaudah sih itu urusan kita sama Tuhan, so why can't they just leave this off and stay away?

Kita nyontek sebelum ada pernyataan itu. Dan kita tetep nyontek sekarang. So? Apa mereka pikir pernyataan itu merubah sesuatu? Lagian dulu kita toh nggak pernah bersumpah bahwa kita nggak melakukan kecurangan.

Tapi sekarang mereka bawa-bawa nama Tuhan. Mereka paksa kita bersumpah. And there they'll be, sitting, acting noble as they demand us a contract to hell. Bukan mau gue nulis sumpah. Gue terpaksa. Serius, gue bukan tipe orang yang dengan gampangnya bisa melanggar sumpah atas nama Allah. Gue pernah bersumpah dengan namaNya waktu gue kelas 5 SD dan nggak pernah gue langgar sampe sekarang. Tapi sekarang, look what they demand from us!

Bodo amat. Apapun yang gue lakuin, gue akan menepati itu kalo itu datengnya emang dari gue. If I mean it, I mean it. but if I don't, then I won't! Tangan gue nulis itu cuma sebagai persyaratan, tapi Allah tau gue nggak berniat untuk bersumpah. He knows.

Gue gatau itu dosa apa bukan. Yaudah. Biar itu jadi urusan gue sama Allah aja. Siapapun nggak berhak ikut campur. Siapapun. So back off.

Yang gue nggak suka cuma bagaimana mereka bawa-bawa nama Tuhan padahal seharusnya mereka tau itu nggak akan merubah apa-apa. Cuma nambah-nambahin dosa aja. Ngapain sih? Gunanya apa? Mereka menuntut kita untuk menjadi murid yang baik, tapi apakah mereka sendiri guru yang baik? Apakah mereka nggak sering bolos ngajar, atau nggak dengerin murid presentasi, atau nggak mau dengerin argumen murid yang bisa jadi benar? Nggak semua guru kayak gitu, gue tau. But now, after all, can you say that what I'm saying is completely wrong?

Salah satu guru gue pernah bilang; "murid mau ngelawan guru sampe kayak apa juga tetep aja, pasti gurunya yang menang." Dan itu benar. Sadly, yes. Dari segi posisi, di mata masyarakat, di mata agama, dan di mata siapapun, orangtua harus selalu dipatuhi. Anak akan selalu salah, meskipun argumen kita benar. Tapi posisi kita membuat kita jadi salah.

Tapi gue benci mereka yang memanfaatkan itu. Mereka yang menaruh kita dalam posisi "anak durhaka" dan menempatkan diri mereka sendiri dalam posisi "korban". Oke, lu punya argumen tentang kenapa kita bukan murid atau anak yang baik, fine. Kita dengerin argumen lo karena lo menjejalkannya ke dalam kerongkongan kita semua. Tapi murid dan anak juga manusia. Kita punya argumen juga, sesuatu yang mungkin akan lo artikan sebagai "perlawanan" kalo kita utarakan. Tapi coba kalo lo mau dengerin, coba. And when the time finally comes, mungkin lo akan tau alasan kenapa kita melakukan "perlawanan" itu.

Dan sekarang, di saat itu belum bisa terwujud, we as children can only bite our tongues.

No comments:

Post a Comment