Pages

Tuesday, October 15, 2013

Keluarga ke satu-setengah. (PART I)

Kalo lo kenal gue, lo pasti tau gue anak Teater Embun. Karena kata "Embun" nyaris nggak pernah lepas dari omongan gue, tweets gue, foto-foto instagram gue, dan lain lain. Kalo lo temen gue, kayaknya lu pasti bosen deket-deket gue.

Tapi emangnya kenapa sih gue suka banget berada di antara anak-anak Embun? I could snap this question out and easily answer; "Karena mereka keluarga kedua gue."

But that's true. Mereka bukan teman, mereka lebih dari itu. Gue ga bisa menyebut mereka "best friend", karena best friend cuma ada satu dan gue udah punya best friend. Tapi mereka lebih kayak......keluarga. Sekumpulan orang-orang dimana lu bisa berekspresi sebebas-bebasnya tanpa holding back. Buat gue, Embun berada di posisi yang nggak melebihi keluarga gue--yaitu orangtua--tapi lebih dari sekedar teman. Dan itulah kenapa gue nyebut Embun itu sbg keluarga kedua gue. They could be annoying as heck one time, but they can also be everything I needed at a certain situation. I can't ditch them out, I can't leave them off.

Keluarga itu bagi gue bukan tentang hubungan darah loh. Bagi gue keluarga itu chemistry, a bond you wouldn't trade with anything; sesuatu yang gabisa lo temuin dua kali dalam hidup, kayak soulmate. Dan gue menemukan tempat itu di Embun. And it doesn't matter how many times I think this over, tapi gue masih menganggap ini hal yang luar biasa; how we all as a different person walking on a different path; could meet in one occassion; right here right now; and could even feel this wonderful bond among us. Sumpah, itu nggak tergantikan.

Kita udah ngelewatin banyak banget hal bersama-sama. Seneng sedih sehat sakit bareng-bareng. Makan bareng-bareng, abis itu satu mencret, yang lain ikutan mencret gara-gara kita makan makanan yang sama. Panik gara-gara ada hambatan di saat lagi genting, kemudian satu orang bakal berusaha menenangkan diri untuk menenangkan yang lain. Euphoria seolah-olah dunia punya kita, terus satu bakal ngingetin bahwa masih ada langit di atas langit. Saling ingetin, saling melengkapi.

Itulah keluarga.

Banyak yang bisa gue deskripsiin tentang Embun, dan gue gak bisa memasukkannya ke dalam satu post aja. So that's why..... Imma see you on the PART II ;)

Sincerely, S.

Monday, October 14, 2013

Topeng.

Pernah gak sih terpikir oleh lo bahwa semua orang itu hidup di balik topeng?

Semua, tanpa terkecuali. Nggak lo, nggak gue, tapi semua. Tanpa terkecuali.

Gue nggak bilang bahwa gue nggak percaya sama yg namanya kejujuran. Memang ada beberapa orang tertentu dimana kita bisa ngelepas topeng itu dan jadi diri kita sendiri sepenuhnya. Tapi serius, just admit it. Whether you like it or not, kita sudah berpura-pura sedikit banyak kepada sebagian besar orang.
Disini gue ga akan berpura-pura jadi sok suci dan mengaku bersih. Tulisan ini bukan tentang bagaimana gue udah merasa ditipu oleh kepalsuan orang, tapi juga tentang bagaimana kepalsuan itu--topeng itu--ada pada diri setiap orang. Termasuk gue.

Bukannya gue menganjurkan untuk menjadi fake. Gue pun bukannya memakai topeng buat menutupi keburukan-keburukan gue. Nggak. Tapi terkadang lo senyum ke seseorang dan pura-pura bahwa everything is fine, dan ini nggak cuma tentang faking a smile to hide how hurt you actually are. It's also about how you fake a smile to hide a bad relationship that was kept beneath the veil, how you "fake" a diss to hide the truth that was actually so fully contained in the sentences you're speaking. Dan terkadang, lo melakukan itu demi menjaga perdamaian.

Sebagian temen-temen gue nggak bakalan setuju soal "berpura-pura demi kedamaian" atau lebih singkatnya "berbohong demi kebaikan". Tapi kita harus mengakui bahwa itu adalah bagian dari hidup kita. Terkadang lo udah terlalu sreg dengan suatu keadaan, itu udah menjadi zona nyaman lo, dan untuk me-reveal kenyataan dibalik kepura-puraan, bisa jadi itu akan merubah segalanya, dan itu berarti lo akan kehilangan zona nyaman lo, bahwa lo harus beradaptasi sekali lagi, mulai dari awal lagi, jujur seperti dulu lagi dan akhirnya berpura-pura seperti sekarang lagi.

Untuk mengakui bahwa gue juga adalah orang yang pada saat-saat tertentu akan memakai topeng, itu nggak membuat gue merasa hina. Kenapa? Karena kalo gue hina, gue sama hinanya sama semua orang. Jadi apa bedanya?

Gue berpura-pura bukan untuk menipu. Bukan untuk bohong. Gue mau bersikap jujur, sumpah. Tapi terkadang, ada situasi-situasi di mana kita mau nggak mau melakukan itu lagi. Ada relationships yg ga pantas buat diperseterukan, yg lu nggak masalah kalo hancur, tapi lo nggak mungkin bilang gitu ke pihak satunya kan. Jadi lagi lagi lo diam dan saling berpura-pura, satu sama lain, tapi saling sadar bahwa itu semua palsu dan saling menjauh dengan sendirinya.

Dan ketika pihak satunya udah nggak bisa diajak kerja sama untuk berpura-pura lagi, gue ga akan buang-buang tenaga untuk senyum.

Mungkin lo bakal mikir "ternyata dunia ini busuk ya." Tapi ya memang begitulah dunia. Dari dulu seperti itu dan akan selalu seperti itu.

Welcome to Real Life.

Wednesday, October 9, 2013

"Demi Allah/Tuhan saya tidak mencontek atau melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal ulangan."

Pfffftt.

Oke. Jadi sekarang gue lagi UTS. UTS di sekolah gue dimulai hari Jumat tanggal 4 Oktober dan bakalan selesai hari Jumat depannya lagi. Hebat ya sekolah gue, sampe UTS nya aja anti mainstream mulainya Jumat segala, ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha.

Gue enggak suka kalo UTS mulainya Jumat, karena itu berarti kemarennya Kamis dan Kamis itu masuk sekolah. Which means kita gapunya dua hari weekend buat belajar.

Die.

Dan lo tau apa yg gue lebih gak suka lagi??
Ketika hari pertama UTS, segalanya berjalan dengan normal. Pengawas masuk dan kemudian soal dibagikan. Gue ngeliat soal dan gue semacam berdoa supaya UTSnya lancar, tapi tiba2 gue melihat sesuatu.
Peraturan ujian, yg biasanya ga gue peduliin, entah kenapa menarik mata gue. Peraturan nomor satu; jawablah soal ujian dengan singkat, jelas dan blah blah blah. Oke. Tapi kemudian gue ngeliat peraturan nomor dua.
'Salinlah pernyataan berikut ke dalam kotak yg telah disediakan; "Demi Allah/Tuhan saya tidak mencontek atau melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal ulangan."' Dan di bawah tulisan itu, ada kotak yang tersedia buat nyalin pernyataan tersebut.

What. the freaking. heck.

Ulangan pertama pada saat itu adalah sosiologi. Dan guru sosio gue kayak udah semacem ngecap kelas gue sebagai kelas yang tidak baik. Belom lagi menurut pendapat gue orangnya emang ngeselin. Jadi gue langsung nyangka bahwa yang bikin pernyataan itu si guru sosio. Wuaaannjiirr, gue langsung ngerencanain mau gue culik itu guru pas lagi tidur, tapi kemudian ketika ulangan mapel berikutnya, gue melihat pernyataan yang sama tertera di bagian atas kertas.

Jadi ternyata itu bukan bikinan si guru sosio. Ternyata di semua mapel ada.

Gue nggak terima.
Kalo pernyataan itu nggak gue isi, itu sama aja dengan men-declare bahwa gue nyontek. Dan bisa aja mereka menggunakan cara-cara licik kayak nggak bakal nilai hasil ulangan kita, dsb dsb dsb. Gue gamau.

Tapi serius. Gue nggak setuju dengan keharusan para siswa untuk menyalin pernyataan itu.
Sekarang gini deh; it doesn't matter what they do, murid PASTI bakalan tetep nyontek. Itu pasti, mutlak, gabisa dibantah. Itu wajar, kita anak SMA, kita manusia normal, dan lo gabisa bilang lo ga pernah nyontek. Iya kita tau nyontek itu dosa, dan dosa bayarannya neraka, tapi yaudah sih itu urusan kita sama Tuhan, so why can't they just leave this off and stay away?

Kita nyontek sebelum ada pernyataan itu. Dan kita tetep nyontek sekarang. So? Apa mereka pikir pernyataan itu merubah sesuatu? Lagian dulu kita toh nggak pernah bersumpah bahwa kita nggak melakukan kecurangan.

Tapi sekarang mereka bawa-bawa nama Tuhan. Mereka paksa kita bersumpah. And there they'll be, sitting, acting noble as they demand us a contract to hell. Bukan mau gue nulis sumpah. Gue terpaksa. Serius, gue bukan tipe orang yang dengan gampangnya bisa melanggar sumpah atas nama Allah. Gue pernah bersumpah dengan namaNya waktu gue kelas 5 SD dan nggak pernah gue langgar sampe sekarang. Tapi sekarang, look what they demand from us!

Bodo amat. Apapun yang gue lakuin, gue akan menepati itu kalo itu datengnya emang dari gue. If I mean it, I mean it. but if I don't, then I won't! Tangan gue nulis itu cuma sebagai persyaratan, tapi Allah tau gue nggak berniat untuk bersumpah. He knows.

Gue gatau itu dosa apa bukan. Yaudah. Biar itu jadi urusan gue sama Allah aja. Siapapun nggak berhak ikut campur. Siapapun. So back off.

Yang gue nggak suka cuma bagaimana mereka bawa-bawa nama Tuhan padahal seharusnya mereka tau itu nggak akan merubah apa-apa. Cuma nambah-nambahin dosa aja. Ngapain sih? Gunanya apa? Mereka menuntut kita untuk menjadi murid yang baik, tapi apakah mereka sendiri guru yang baik? Apakah mereka nggak sering bolos ngajar, atau nggak dengerin murid presentasi, atau nggak mau dengerin argumen murid yang bisa jadi benar? Nggak semua guru kayak gitu, gue tau. But now, after all, can you say that what I'm saying is completely wrong?

Salah satu guru gue pernah bilang; "murid mau ngelawan guru sampe kayak apa juga tetep aja, pasti gurunya yang menang." Dan itu benar. Sadly, yes. Dari segi posisi, di mata masyarakat, di mata agama, dan di mata siapapun, orangtua harus selalu dipatuhi. Anak akan selalu salah, meskipun argumen kita benar. Tapi posisi kita membuat kita jadi salah.

Tapi gue benci mereka yang memanfaatkan itu. Mereka yang menaruh kita dalam posisi "anak durhaka" dan menempatkan diri mereka sendiri dalam posisi "korban". Oke, lu punya argumen tentang kenapa kita bukan murid atau anak yang baik, fine. Kita dengerin argumen lo karena lo menjejalkannya ke dalam kerongkongan kita semua. Tapi murid dan anak juga manusia. Kita punya argumen juga, sesuatu yang mungkin akan lo artikan sebagai "perlawanan" kalo kita utarakan. Tapi coba kalo lo mau dengerin, coba. And when the time finally comes, mungkin lo akan tau alasan kenapa kita melakukan "perlawanan" itu.

Dan sekarang, di saat itu belum bisa terwujud, we as children can only bite our tongues.

Monday, September 30, 2013

Gue kangen Tara :(

:(

Jadi Tara itu adalah sahabat gue dari jaman jebot dan gue udah lupa berapa taun kita sahabatan, kemana-mana berduaan mulu udah kaya biji sampe orang-orang bilang kita mirip.

Pokoknya sekarang gue sibuk dia sibuk dan jadinya kita cuma ketemu kalo pulang bareng dari sekolah. Itu juga tempat ketemu kita cuma sekolah>gerbang sekolah tempat naik ojek>jalan raya tempat turun ojek>indomaret (kadang-kadang)>angkot>depan komplek gue tempat gue turun, dan kemudian rutinitas itu akan terulang kembali keesokan harinya. Dan kita cuma bisa pulang bareng setiap Senin-Rabu. Kamis Jumat belum tentu.

Terus jadwal nari di sanggar Ayodya Pala kita telisiban, gue bisanya Minggu sementara dia bisanya Jumat, dan cuma ada dua pertemuan dalam seminggu. Karena ga bakal ketemu dia juga di sanggar jadi akhirnya gue ga pernah dateng lagi.

Udah ah. Gue gamau jelasin lebih lanjut, nanti gue sedih :(

:( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :( :(:( :( :( :( :( :( :( :( :(

Sunday, September 29, 2013

Hey Universe!

Oke.

Udah jutaan tahun sejak gue nggak buka blogspot. Rasanya asing nulis di blogspot, sumpah. Masih belum terbiasa.

Tapi sekarang here I am writing on my blogspot again. Kenapa? Sebenernya gue berniat aktif lagi di blogspot cuma karena alesan simpel yang mungkin terlihat nggak penting; karena gue mau ngefollow blognya Teater Embun yang baru banget jadi. NIAT GAK SIH sampe sampe gue nyari blog gue ini yg keberadaannya aja udah gue lupakan, sampe ganti themesnya profile picturenya dll dll. Wkwkwk kalo demi Embun mah apasih yg engga♥

Dan lucunya, gue jadi mau gak mau baca postingan gue yang terakhir (yang emang cuma 3 biji). Dan itu ketika gue kelas 9...... OMG. Sumpah lucu. There are bunch of emoticons like >.< and I can hear myself saying those lines and it's just sickeningly adorable. (And yes I just called my old self adorable and no, I don't care if it makes you judge me). Penulisan gue bocah banget. DAN APAPULA ITU gue nulis tips-tips tentang tawar menawar!!! Maksud gue, ini gue loh, orang yang pergi ke pasar Sukowati dan beli tas yang jebol dalam dua bulan dengan harga yang nggak mau gue sebutin karena malu........

Pokoknya gue sempet bimbang gitu mau ngedelete postingan tiga biji itu apa engga. Karena kalo gue ngefollow blognya Embun, secara nggak langsung gue me-reveal keberadaan blog gue yang tadinya (ceritanya) rahasia ini. Terus berarti mereka bisa aja baca postingan gue. Dan tiga postingan itu sesungguhnya memalukan banget, dan gue takut dibully. But think twice...... It's who I was. Who can guarantee bertahun-tahun ke depan gue ga bakal ngeliat postingan gue yang ini dan ngerasa malu? Jadi ya.... Here it is. Gue memang semacam berprinsip ga bakal ngedelete atau ngehapus tulisan-tulisan gue dari jaman sealay apapun karena suka nggak suka, itu adalah diri gue yang dulu. Dan kalo gue menghapus itu, sama aja gue menghapus bagian dari diri gue. Dan gue nggak mau melakukan itu. At least itu reminder buat gue, bahwa ini loh gue yg dulu, ini loh gue 3 tahun lalu.....

Tapi sumpah itu lucu. Seriously, you can NEVER tell what kind of person you're gonna turn into, or what kind of life He would put you in. Tiga tahun lalu gue nggak nyangka gue bakalan masuk Smanli Depok. Gue juga nggak bakal nyangka gue bakal masuk teater. Dan ketika gue masuk teater, gue juga ga nyangka itu bakal berlanjut sampe gue jadi ketua, sampe regen, sampe sekarang.....

Dan yang paling nggak gue sangka adalah; gue nggak nyangka gue bakalan ketemu sama kimcil-kimcil super longor, kacau, dan junioritas yang sekarang gue sebut keluarga kedua gue ini♥

Pokoknya gitu deh. Jadi, kesimpulannya; gue nggak akan ngedelete postingan-postingan lama gue.

Siap-siap dibully aja. Hmmmpp. *Menarik nafas menguatkan diri*

Dadah semuanya, see you in my next post! (Yang semoga akan muncul lebih cepat dari tiga tahun dari sekarang)


Love,
Sekar Dewantari yang gatau malu.