Pages

Sunday, January 3, 2016

Perjalanan Mencari Pulang

Pulang.


Itulah satu kata yang mungkin maknanya paling kita rindukan. Kata yang akan langsung mendentangkan sebuah lonceng dalam kepala kita; membuat kita lantas teringat akan suatu tempat yang hangat, nyaman, damai, suatu tempat yang jauh mengawang dalam ingatan, tempat di mana kita merasa dicintai dan utuh.

Tapi, konsep pulang adalah suatu hal yang lucu.
Artinya adalah "kembali", ke rumah kita yang sesungguhnya. Ke tempat kita berasal. Tempat di mana kita bermula, awal dari segalanya, sebelum kita memulai perjalanan.
Maka, jika "pulang" berarti "kembali", tempat ke mana kita pulang, berarti adalah tempat yang sudah pernah kita kunjungi sebelumnya.

Lalu jika kau belum pernah menemukan "rumah" dengan segala makna yang seharusnya, tak berhakkah kau berkata; "Aku ingin pulang"?

Kalau iya, lantas apa yang kau rindukan? Rumah yang tak pernah kau kenal, atau perasaan pulang itu, yang entah bagaimana bisa kau impikan, meski sepertinya, belum pernah kau kecap sepanjang ingatan?

Kalau begitu, "pulang" adalah suatu kemewahan yang tidak semua orang bisa dapatkan, because tell you what, "pulang" adalah suatu aksi yang lebih dari sekedar "kembali ke tempat yang kau tinggali." Karena "rumah" cuma benda, dan tak ada benda apa pun yang bisa memberi rasa tanpa nyawa.

Maka bila "pulang" mutlak mengandung "rindu", berhakkah seseorang berkata "Aku ingin pulang kampung", jika ia belum pernah menginjakkan kaki ke kampungnya? Bisakah kau merindukan kampung yang tak pernah kau kenal?

Seringkali, sebagai generasi kedua dari orang-orang yang merantau, kita "mewarisi" kampung orang tua kita. Jika Ayahmu orang Padang, maka kau bilang "Kampungku di Padang", jika Ibumu orang Samarinda, kau bilang "Kampungku di Samarinda". Tapi rasanya itu salah. Itu kampung mereka! Apa arti itu semua, jika kita tumbuh besar di kota yang sama sekali lain, dan tak pernah mengenal kampung halaman orang tua kita? Apa hanya karena kita pernah pergi ke sana, lantas itu juga menjadi kampung halaman kita?

Bukankah tragis, jika kampung halaman orang tuamu bukanlah kampung halamanmu...? Sungguh tragis bila kamu "pulang ke kampung halaman" tapi justru merasa asing!

Karenanya aku menolak tragedi itu. Aku harus menemukan "pulang" itu. Aku ingin mengenal, menjelajahi, dan mencintainya, aku ingin memahami rasa apa yang menghambur kedua orang tuaku saat mereka menginjakan kaki di tanah airnya, debar apa yang menghantam jantung saat menelusuri kembali jalan-jalannya, dan derau tawa yang menggema ingatan dalam tiap langkahnya. Aku juga ingin merasa pulang, bersama dengan orang-orang yang merupakan tempatku pulang.

Oleh karena itulah, I have decided. Whole-heartedly, I present to you a documentation of a journey; Perjalanan Mencari Pulang.


Stay creeping!

No comments:

Post a Comment